Ambon, iNewsutama.com — 5 Agustus 2025 Gelombang kritik datang dari kalangan masyarakat adat Maluku terhadap pernyataan sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku dalam Sidang Paripurna yang membahas isu legalisasi minuman tradisional sopi. Sorotan tajam diarahkan kepada Sukri Wailissa dari Fraksi PKB, yang dinilai tidak memahami konteks sosial dan budaya masyarakat Maluku secara utuh.
Salah satu kritik keras disampaikan oleh Ongen Huwae, tokoh masyarakat adat Maluku, yang menilai bahwa sopi bukan sekadar minuman keras, melainkan bagian tak terpisahkan dari adat, ekonomi, dan kehidupan masyarakat Maluku.
“Sopi itu sumber penghidupan. Dari hasil jual sopi, banyak anak Maluku bisa sekolah. Bahkan mungkin beberapa pejabat hari ini bisa sekolah dari hasil sopi. Kalau bicara adat, tanpa sopi, masalah tidak bisa dibuka atau diselesaikan,” tegas Ongen.
Sopi dan Konteks Kultural yang Terlupakan
Ongen menyoroti bahwa sopi telah lama menjadi bagian dari sistem sosial adat masyarakat Maluku — baik dalam upacara adat, penyelesaian konflik, hingga penghidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, menurutnya, narasi yang menyudutkan sopi tanpa memahami konteks lokal mencederai nilai-nilai budaya orang Maluku.
Pernyataan ini juga muncul sebagai tanggapan atas pernyataan Wakil Gubernur Maluku H. Abdullah Vanath yang sempat menuai polemik usai menyebut potensi legalisasi sopi saat menghadiri perayaan HUT Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Namun menurut Ongen, pandangan Wagub justru mencerminkan keberpihakan pada rakyat kecil.
“Kenapa di Bali bisa? Di NTT bisa? Di Manado bisa? Kenapa hanya sopi di Maluku yang selalu dipojokkan? Apakah DPRD tidak ingin Maluku sejahtera lewat potensi yang kita punya sendiri, tanpa harus rusak tanah karena tambang, rusak laut karena bor minyak?” ujar Ongen dengan nada kecewa.
Kritik Terhadap Fokus DPRD
Lebih lanjut, Ongen Huwae mempertanyakan prioritas DPRD Maluku yang dinilainya melenceng dari permasalahan utama masyarakat. Ia menyoroti minimnya perhatian terhadap isu-isu krusial seperti korupsi, banjir, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
“Beta mau bilang, DPRD ini gagal paham atau pura-pura tidak paham? Setiap tahun Maluku ini tetap miskin, tetap susah, padahal kita kaya sumber daya. Tapi rapat paripurna malah bicara hal-hal yang buat masyarakat kecewa,” kritiknya tajam.
Sorotan kepada Tokoh Agama
Dalam bagian lain pernyataannya, Ongen juga menyinggung sikap sejumlah tokoh agama yang disebutnya pasif dalam menyikapi realita sosial masyarakat yang hidup berdampingan dengan sopi.
“Itu realita di tengah jemaat dan masyarakat. Kenapa tidak diprotes dari para pimpinan dan tokoh Nasrani? Jangan jadi orang munafik. Mari bicara jujur dan terbuka,” tegasnya.
Pesan untuk Wakil Rakyat
Menutup pernyataannya, Ongen menyerukan agar para anggota dewan kembali berpihak pada suara rakyat dan tidak menjauh dari realitas sosial yang dihadapi masyarakat Maluku.
“Katong masyarakat ini sudah muak. Jangan jadi orang munafik. Wakil rakyat harusnya dengar suara rakyat, bukan buat rakyat tambah sakit hati,” pungkasnya. (Reporter Inewsutama.com)