AMBON,iNEWS UTAMA--Hampir sebulan pasca insiden tragis pembakaran puluhan rumah di Desa Hunuth, Kota Ambon, kasus ini masih diselimuti misteri. Minimnya informasi dari pihak kepolisian justru memicu gelombang kecurigaan publik.
Pengamat Kebijakan Publik, Thomas Madilis, menilai kepolisian terkesan sengaja memperlambat penanganan kasus ini dengan motif tertentu.
“Saya curiga Kepolisian ikut melindungi pelaku dan menciptakan kericuhan di ruang publik,” tegas Madilis, Selasa (16/9/2025).
Kecurigaan ini muncul di tengah kebungkaman Polda Maluku yang dinilai tidak transparan dalam mengungkap perkembangan kasus. Sementara itu, perdebatan liar di media sosial semakin menguatkan ketidakpercayaan publik terhadap aparat.
Tak sedikit pihak yang menuding pemerintah daerah – mulai dari Gubernur Maluku, Wali Kota Ambon hingga Bupati Maluku Tengah – tidak serius menangani persoalan. Namun, Madilis menilai biang keladi justru ada pada aparat penegak hukum.
“Ini bukan soal ketidakseriusan pemerintah, melainkan permainan polisi untuk mencoreng citra kepala daerah di Maluku,” ujarnya.
Madilis menuding kinerja Polda Maluku sangat mengecewakan. Alih-alih segera menuntaskan kasus, kepolisian disebut-sebut memberi ruang bagi para pelaku untuk bernegosiasi bahkan berpeluang lolos dengan Restorative Justice.
“Strategi ini sengaja dipakai untuk membangun pandangan buruk masyarakat kepada Gubernur, Wali Kota, dan Bupati di media sosial,” imbuhnya.
Peristiwa 19 Agustus 2025 itu sendiri bermula dari perkelahian pelajar yang menewaskan seorang siswa. Bentrokan yang meluas akhirnya menghanguskan 24 rumah, fasilitas umum, dan kendaraan. Akibatnya, 59 kepala keluarga atau 236 jiwa kehilangan tempat tinggal dan kini hidup sebagai pengungsi.
Namun, publik dibuat kecewa karena penegakan hukum seolah jalan di tempat. Meski Ditreskrimum Polda Maluku sudah menetapkan dua tersangka berinisial AP (20) dan IS (15) serta memeriksa 34 saksi, proses hukum dianggap tidak menunjukkan kemajuan berarti. Bahkan, 14 saksi lain tidak hadir tanpa alasan jelas.
Ironisnya, janji transparansi yang pernah disampaikan Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Rositah Umasugi, pada 3 September 2025 lalu, kini tinggal pepesan kosong. Saat dihubungi media sejak 12 September hingga hari ini, 16 September, Rositah memilih bungkam tanpa komentar.
Madilis menegaskan, pola seperti ini bukan hal baru.
“Cara-cara menutup kasus dengan alasan klise – mulai dari kesibukan penyidik hingga keterbatasan personel – sudah terlalu sering dipakai polisi. Publik bosan dengan alasan murahan seperti itu,” pungkasnya dengan nada kecewa.
Kasus Hunuth kini menjadi tamparan keras bagi kredibilitas Polda Maluku. Di mata publik, keadilan semakin jauh, sementara api ketidakpercayaan terhadap kepolisian justru semakin menyala.
(RUS-SLP-iN)