Teheran, iNewsUtama.com – Serangan militer gabungan Amerika Serikat dan Israel terhadap Iran dalam konflik 12 hari terakhir menimbulkan tanda tanya besar mengenai masa depan program nuklir Teheran. Hingga kini, belum ada kepastian tentang sejauh mana kerusakan yang dialami fasilitas nuklir Iran.Kamis, (10/7/25)
Gencatan senjata yang ditengahi oleh AS dan Qatar mulai berlaku pada 24 Juni 2025, mengakhiri perang singkat namun intens yang dimulai sejak 13 Juni. Namun, penilaian tentang dampak serangan terhadap infrastruktur nuklir Iran masih simpang siur.
Sebuah laporan intelijen yang bocor dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA) AS menyatakan bahwa serangan tersebut tidak menghancurkan komponen inti program nuklir Iran. Laporan itu menyebut dampaknya hanya akan menunda pengembangan senjata nuklir Iran selama beberapa bulan saja.
Penilaian itu bertolak belakang dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengklaim bahwa serangan tersebut telah “melenyapkan” kemampuan nuklir Iran. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyatakan operasi itu berhasil menghilangkan ancaman nuklir dari Teheran.
Ketidaksepakatan ini pun menjadi sorotan panas di dalam negeri AS. Pemerintahan Trump menolak penilaian DIA dan menuduh media seperti CNN dan The New York Times melemahkan misi militer tersebut.
Trita Parsi, Wakil Presiden Eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft, menilai klaim sukses yang dilontarkan pemerintah AS lebih didorong oleh kepentingan politik. “Mereka ingin menghindari keterlibatan militer lebih jauh. Trump menyadari bahwa Israel mencoba menyeret AS ke dalam perang berkepanjangan yang sebenarnya tidak ia inginkan,” ujarnya kepada The New Arab.
Sementara itu, dari pihak Iran, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menepis klaim keberhasilan AS dan Israel, menyebut serangan tersebut tidak menghasilkan apa pun. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi justru mengakui bahwa negaranya mengalami kerusakan yang “signifikan dan serius”.
Konflik 12 hari ini dipicu oleh serangan awal Israel terhadap situs nuklir Iran dan pembunuhan sejumlah tokoh penting termasuk ilmuwan dan komandan militer senior. Iran membalas dengan hujan rudal ke wilayah Israel. Amerika Serikat kemudian ikut terlibat pada 22 Juni, menyerang fasilitas utama seperti Fordow, Natanz, dan Isfahan menggunakan rudal jelajah dan penghancur bunker.
Sebagai respons, Iran menargetkan pangkalan udara Al Udeid di Qatar pada 23 Juni, meski tidak menimbulkan kerusakan besar.
Menurut laporan intelijen awal yang berbasis pada citra satelit dan data lainnya, fasilitas nuklir Iran seperti Fordow, Natanz, dan Isfahan mengalami kerusakan besar yang mengganggu proses pengayaan dan konversi uranium. Namun, belum ada verifikasi langsung dari pihak Iran terkait tingkat kerusakan yang sebenarnya.
Konflik terbaru ini menjadi titik balik dari pertikaian panjang yang telah berlangsung selama puluhan tahun antara Iran, Israel, dan AS terkait program nuklir Teheran. Sejak AS keluar dari kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) pada tahun 2018, Iran dituduh melanggar batas pengayaan uranium. Namun, Iran tetap menegaskan bahwa programnya semata-mata untuk tujuan sipil dan damai.
Kini, dunia menanti kejelasan: apakah jalan diplomasi akan kembali ditempuh, atau konflik akan meletus kembali. Penilaian akhir terhadap dampak serangan terhadap program nuklir Iran akan menjadi kunci dalam menentukan arah kebijakan global terhadap Teheran.