Penulis |Lutfi Wael | Ketua Bidang Hikmah Pemuda Muhammadiyah Maluku
Ambon, iNewsUtama.com — Musyawarah Wilayah (Musywil) VIII Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Maluku yang digelar pada 14–15 Juli 2025 di Gedung Anshari Alfatah, Ambon, seharusnya menjadi momentum kristalisasi visi besar Pemuda Muhammadiyah. Namun, semangat perubahan dan optimisme yang digaungkan di awal kegiatan justru ternoda oleh dugaan pelanggaran konstitusi organisasi.
Hal ini diungkapkan oleh Lutfi Wael, Ketua Bidang Hikmah PWPM Maluku, dalam pernyataan tertulisnya yang tajam dan penuh kritik. Lutfi menyebut bahwa Musywil kali ini justru menjadi potret suram dari rusaknya visi Pemuda Negarawan, yang menurutnya telah bergeser menjadi "Pemuda Nerakawan" akibat arogansi kekuasaan dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi.
“Visi Pemuda Negarawan yang dikumandangkan secara berapi-api justru dikhianati oleh mereka sendiri yang berdiri di panggung megah Musywil. Retorika yang indah berubah menjadi sampah peradaban,” tulis Lutfi.
Ia menyoroti dugaan kuat terjadinya pelanggaran terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pemuda Muhammadiyah selama proses Musywil berlangsung. Menurutnya, mekanisme musyawarah yang semestinya menjadi ruh organisasi telah diabaikan demi kepentingan segelintir elite di PWPM Maluku.
“Sebagai pengurus pusat sekaligus Ketua Wilayah PWPM Maluku, Saudara Moh. Ansari seharusnya menjadi pelindung konstitusi organisasi. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Ia diduga menjadi aktor utama dari pelacuran konstitusi tersebut,” kritik Lutfi dengan nada tegas.
Lutfi menyebut perilaku yang ditunjukkan oleh sejumlah pimpinan wilayah sebagai “noda peradaban” yang mencoreng sejarah organisasi dan menjadi catatan kelam dalam perjalanan Pemuda Muhammadiyah Maluku. Ia bahkan menyebut Musywil VIII sebagai Musywil paling memalukan sepanjang sejarah karena tidak mengikuti tahapan substantif sesuai aturan organisasi.
“Ini bukan hanya pelanggaran etika organisasi, tapi juga bentuk nyata dari perusakan demokrasi oleh mereka yang seharusnya menjadi agen transformasi,” tambahnya.
Kekecewaan Lutfi Wael mewakili suara sebagian kader yang menilai bahwa Musywil kali ini telah disalahgunakan sebagai alat mempertahankan kekuasaan, bukan sebagai wadah regenerasi dan konsolidasi gerakan pemuda yang berintegritas.
Polemik ini mencuat di tengah harapan besar masyarakat Muhammadiyah terhadap peran strategis Pemuda Muhammadiyah sebagai lokomotif perubahan. Situasi ini mengisyaratkan perlunya evaluasi serius terhadap tata kelola organisasi dan komitmen kepemimpinan yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah, transparansi, dan akuntabilitas.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PWPM Maluku maupun Saudara Moh. Ansari terkait kritik dan tudingan yang dilayangkan tersebut. (Reporter Inewsutama.com)