Namlea, iNewsUtama.com — Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa menegaskan komitmennya untuk menertibkan aktivitas pertambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru. Langkah ini ditegaskan dalam rapat tertutup yang digelar beberapa waktu lalu bersama jajaran terkait.
Melalui Juru Bicara Gubernur, Kasrul Selang, pemerintah provinsi menyatakan bahwa penertiban terhadap Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Gunung Botak akan menjadi prioritas utama. Bahkan, pihaknya menegaskan siap mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang membekingi aktivitas ilegal tersebut.
Namun, upaya penertiban tersebut kembali menuai sorotan publik setelah mencuatnya nama Helena, sosok yang disebut-sebut sebagai aktor intelektual di balik eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Gunung Botak.
Helena bukan nama baru di kawasan tersebut. Ia diduga memiliki peran strategis dalam pengelolaan dan penggalian mineral emas. Kehadirannya bahkan kerap ditolak warga setempat, yang menuding aktivitasnya membawa dampak kerusakan dan ketimpangan hukum.
Penolakan terhadap Helena semakin menguat lewat aksi demonstrasi yang berlangsung secara berkala. Pada Kamis, 15 Mei 2025 lalu, aksi unjuk rasa jilid empat kembali digelar, menuntut aparat penegak hukum, khususnya Polres Buru, agar segera menangkap Helena yang disebut sebagai pengurus perusahaan PT Wangsuwai Indo Mining.
Menurut para demonstran, Helena diduga menjadi donatur utama bagi koperasi tambang yang ditolak warga adat. Kelompok di bawah pengaruhnya disebut melibatkan dua nama lain: Mansur Lataka dan Ruslan Arif Suamole alias Ucok.
Kehadiran koperasi tambang yang dibina Helena dituding hanya menjadi kedok legalitas, sementara kendali operasional dan keuntungan utama tetap dikendalikan oleh korporasi yang menyamarkan identitas mereka di balik label "koperasi rakyat".
Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa proses penindakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal di Gunung Botak terkesan tebang pilih.
“Kita lihat kasus-kasus sebelumnya, seperti Imbran S Malla yang menggunakan ekskavator di Kali Anhoni langsung ditangkap, padahal dia belum sempat mengangkut atau mengolah material tambang. Tapi Mansur dan Ucok tidak tersentuh hukum,” ujar sumber tersebut, Rabu (16/7/2025).
Diduga, Mansur dan Ucok berada dalam satu jaringan dengan Helena, yang disebut memiliki beking kuat di kalangan aparat penegak hukum. Hal inilah yang membuat aktivitas mereka nyaris tak tersentuh meski operasi penertiban kerap dilakukan.
“Helena ini bekingannya kuat. Diduga ada oknum polisi di belakangnya. Selama ini dia lancar menjalankan tambang ilegal, bahkan diduga sering menyelundupkan Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Gunung Botak,” tambahnya.
Situasi ini semakin menambah tekanan publik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak transparan dan adil dalam menertibkan praktik tambang ilegal, serta tidak tebang pilih dalam penegakan hukum.(SLP)