Jakarta,iNewsutama.com – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dilakukan pada 20 Maret 2025 telah memicu polemik di berbagai daerah. Sejumlah elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan aktivis sipil, turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi UU tersebut. Para demonstran menilai bahwa perubahan aturan ini berpotensi mengancam prinsip demokrasi serta akuntabilitas sipil terhadap institusi militer.
Gelombang protes ini menjadi pengingat bahwa kebijakan yang berkaitan dengan institusi penting seperti TNI harus dibahas secara transparan dan melibatkan berbagai pihak. Masyarakat menilai bahwa keputusan yang diambil tanpa konsultasi yang luas dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan gejolak sosial. Para pengunjuk rasa menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya sekadar pemilihan umum, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan yang berdampak luas.
Salah satu poin kontroversial dalam revisi UU TNI adalah meningkatnya peran militer dalam kehidupan sipil. Beberapa ketentuan dalam revisi ini dianggap bertentangan dengan prinsip supremasi sipil atas militer, yang menjadi pilar utama dalam negara demokrasi. Jika militer diberikan peran yang lebih luas di sektor-sektor sipil tanpa kontrol ketat, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakstabilan politik dan mengancam kebebasan sipil.
Selain itu, para pengamat juga mengkhawatirkan kemungkinan tren serupa dalam revisi Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) di masa mendatang. Jika pola revisi tanpa partisipasi publik ini terus berlanjut, maka demokrasi di Indonesia berisiko semakin tergerus. Beberapa pihak menilai bahwa langkah ini bisa mengarah pada semakin kuatnya dominasi segelintir elite yang memiliki akses terhadap kekuasaan, sementara suara rakyat semakin tersingkirkan.
Di tengah situasi ini, mahasiswa dan masyarakat sipil dinilai memiliki peran strategis dalam menjaga demokrasi. Gerakan mahasiswa yang turun ke jalan bukan sekadar aksi spontan, melainkan refleksi dari kekhawatiran publik terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil. Sejarah menunjukkan bahwa mahasiswa kerap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan, seperti yang terjadi pada reformasi 1998.
Namun, demonstrasi yang dilakukan diharapkan tetap berlangsung secara damai dan tertib agar tidak kehilangan esensi perjuangannya. Jika aksi protes diwarnai dengan tindakan anarkis, hal ini justru dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mendiskreditkan gerakan masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah diharapkan dapat lebih responsif dalam menampung aspirasi masyarakat. Tidak ada kebijakan yang dapat berjalan efektif jika mendapatkan penolakan luas. Oleh karena itu, dialog yang terbuka antara pemerintah dan berbagai elemen masyarakat harus diperkuat agar setiap kebijakan yang disusun memiliki legitimasi yang kuat dan diterima oleh publik.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari polemik berkepanjangan adalah meningkatkan transparansi dalam proses legislasi. Pemerintah dan DPR diharapkan lebih aktif dalam menyosialisasikan rancangan undang-undang yang akan disahkan, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Dengan mekanisme ini, potensi konflik dapat diminimalkan sejak awal.
Keterlibatan akademisi dan pakar hukum dalam proses legislasi juga menjadi hal yang penting. Analisis objektif dari kalangan akademisi dapat menjadi dasar dalam menyusun kebijakan yang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar kepentingan politik sesaat.
Ke depan, Indonesia diharapkan dapat belajar dari berbagai polemik yang timbul akibat kebijakan yang tidak melibatkan publik secara maksimal. Demokrasi yang sehat bukan hanya tentang memiliki pemilu yang bebas dan adil, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat. Jika pemerintah terus mengabaikan suara masyarakat, maka kepercayaan publik terhadap institusi negara akan semakin menurun.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi, kebijakan yang dibuat harus melibatkan semua elemen masyarakat agar lebih adil, transparan, dan terbuka. Dengan demikian, demokrasi yang sejati dapat terwujud dan Indonesia dapat terus berkembang sebagai negara yang menghormati keadilan serta kesejahteraan rakyatnya.(***)