Pawae,iNews Utama.com - sebuah nama yang kini resmi diakui sebagai Dusun Pawae, membawa cerita panjang penuh dinamika sejak tahun 1942. Bermula dari kisah Bapak Mahmud Kaliki, seorang warga asal Desa Luhu, yang menetap di wilayah yang kini dikenal dengan nama Pawae. Nama Pawae sendiri, dalam bahasa Luhu, berarti kurang lebih "tempat mayare" atau "tempat pacaran," sebuah istilah yang muncul dari kebiasaan tentara Jepang pada masa itu yang sering membawa perempuan ke wilayah ini.
Sejarah mencatat, sekitar tahun 1950, Bapak Mahmud Kaliki menjadi imam pertama di masjid yang dibangun oleh warga Kampung Tanah Goyang, menandai permulaan komunitas Muslim di wilayah tersebut. Keberadaan masjid ini menjadi simbol penting bagi komunitas, mengukuhkan identitas dan kebersamaan mereka.
Pada tanggal 1 Januari 1970, sebanyak 16 kepala keluarga dari Maluku Tenggara, yang tinggal di Kampung Ani, meminta izin kepada kepala kampung Ani, Bapak Ode Bungaya, untuk pindah ke Pawae, yang berjarak sekitar 1000 meter dari Kampung Ani. Permintaan ini disetujui, dan Bapak Gasir Rahangmetan ditunjuk sebagai kepala kampung Pawae yang baru, dengan Bapak Nasia Raharusun sebagai imam pertama.
1:bpa. Ahad fakaubun
2:bpa Nasia raharusun
3:bpa
Gasir rahangmetan
4:bpa Robo difinubun
5:bpa. Abdul Majid lasomar
6:bpa Arif. Tamnge
7:bpa. Hud. Fakaubun
8:bpa. Abdurahman rahayaan
9:bpa Udin. Uamlaai
10:bpa Dal fakaubun
11:bpa. Galib fakaubun
12:bpa. Abu. Difinubun
13;bpa Muhammad. Refrah
14:bpa Muhammad sale raharusun
15;bpa Badan. tamnge
16:bpa la rinsi difinubun
Komunitas di Pawae terus berkembang, dan pada tanggal 1 Juli 1979, mereka sepakat untuk membangun sebuah masjid baru yang lebih besar. Komite pembangunan dipimpin oleh Bapak Abdurahman Rahayaan, dengan dukungan penuh dari anggota komunitas.
Namun, pada tahun 1984, tragedi menimpa Pawae ketika terjadi pembunuhan yang merenggut nyawa empat orang, termasuk kepala kampung dan imam masjid saat itu. Peristiwa ini menyebabkan banyak warga memilih untuk pindah, meninggalkan Pawae dengan sekitar 50 kepala keluarga yang bertahan.
Pada tahun 1986, Mesjid Arahim Pawae direnovasi. Renovasi ini diwarnai oleh kepercayaan lokal bahwa renovasi masjid bisa membawa petaka, namun 10 warga berani melawan takhayul dan menyelesaikan renovasi. Menariknya, selama proses renovasi, muncul fenomena alami dimana air susu keluar dari tiang Ka'bah masjid, yang dianggap sebagai pertanda baik dan diminum oleh para pekerja sebagai berkah.
Baru-baru ini, pada tanggal 13 Oktober 2023, Pawae resmi mendapatkan status sebagai Dusun Pawae, sebuah pengakuan yang diserahkan langsung oleh PJ Ambrosis Puttileihalat. Status baru ini tidak hanya menegaskan identitas Pawae dalam peta administratif daerah tetapi juga menghargai perjalanan panjang komunitas ini dalam membangun dan mempertahankan identitas mereka.
Dengan sejarah yang kaya dan perjalanan yang penuh tantangan serta keberhasilan, Dusun Pawae kini berdiri sebagai simbol ketahanan, kebersamaan, dan keimanan komunitasnya. Cerita mereka, dari asal usul hingga pengakuan resmi, akan terus menjadi inspirasi dan bagian penting dari warisan budaya setempat.(SLP)